Sabtu, 10 Januari 2009

Si Bangsat dan Warna Hari

Warna Hari dan si Bangsat sedang berjalan, menyusuri gang demi gang, lorong demi lorong, terus berjalan. Setiap lima langkah berhenti, tidak berpikir, menoleh. warna hari berkata "hari ini berwarna merah lagi".



"Bangsat" si Bangsat menyahut. "Kenapa warna itu mengikuti kita?", si Bangsat bertanya. "Karena kita sedang terluka, luka yang dalam, tapi setidaknya kita terjauh dari warna biru sat", timpal Warna Hari. "Ketelanjangan kaki kita tidak membuat jiwa kita telanjang, kita hanya berusaha menjadi merah muda berbalut hijau".

Kedua sosok kembali berjalan, berbelok dan menghilang. Di ikuti seekor anjing kudisan. Darah merembes disela-sela jari, gatalnya kutu air tak terasa, sedang gatalnya mulut semakin menggila. Di ikuti anjing pula.

Setiap sepuluh langkah mereka bertemu manusia kardus. tidak berjalan seperti mereka. Setidaknya belum. Manusia kardus mencoba berjalan lima langkah, berusaha mengikuti si Bangsat dan Warna Hari. Namun suara terompet senantiasa menghalau. Bukan terompet tanda kiamat, tapi memang kiamat yang tidak di tandai terjadi selalu untuk manusia kardus. Tubuh ideal mereka kini menjadi kotak, sekotak kardus. Sedang kulit mereka tidak seterang kardus. Hitam kusam, mata berair, hanya kenyang ketika yang dirayakan tiba.

.....bersambung

Tidak ada komentar: